Bahaya Kanker pada Melamin Murah

Saat diperkenalkan di Indonesia pada 1970-an, perlengkapan makan dari
bahan melamin segera memikat konsumen. Ringan dan tak mudah pecah.
Praktis dibawa piknik pula.
Namun, penelitian YLKI mengingatkan kita untuk lebih cermat dan bijak.
Sebab, ada yang berharga murah tapi terbuat dari bahan yang
membahayakan kesehatan.
Bagaimana tidak tergiur pada perlengkapan makan berbahan melamin kalau
harganya sangat murah? Bayangkan, produk melamin dari segala jenis dan
ukuran hanya dihargai Rp 10.000,- untuk 3-4 buah.. Bahkan di sejumlah
hypermarket dan pusat grosir ditawarkan kiloan dengan patokan sekitar
Rp 25.000,-/kg. Sebaliknya, melamin lokal (bermerek Golden Dragon,
Hoover, Onyx, Vanda) berupa sendok, gelas, cangkir, piring, pinggan sampai
mangkuk besar kisaran harganya Rp 2.000,- — Rp 40.000,-.
Tak heran jika produk melamin murah itu makin mudah dijumpai dalam
keseharian. Penjaja bakso, warung makan, sampai usaha jasa boga
beranggaran rendah dengan senang hati mulai mengganti perangkat makan dari beling
dan gelas dengan perlengkapan yang mengurangi risiko rugi karena pecah
ini. Produsen makanan siap saji dari kacang kulit sampai biskuit bubur
bayi pun menyertakan perlengkapan makan dari melamin murah itu dalam
kemasan sebagai hadiah, pemikat calon pembeli.
Namun, uji produk melamin yang dilakukan Yayasan Lembaga Konsumen
Indonesia (YLKI) bekerja sama dengan jurusan Kimia FMIPA, Universitas
Indonesia terhadap 10 jenis merek (empat lokal, enam impor) menunjukkan, tak
semuanya memenuhi food grade. Artinya, ada di antara produk-produk
tadi yang mengandung zat berbahaya atau beracun dan bisa berpindah ke
makanan akibat proses pengolahan makanan. Misalnya, dipakai untuk menyimpan
sayur panas.
Pencetus kanker Zat berbahaya itu formaldehid namanya.. Dalam kadar
tinggi bahan ini akan berdampak buruk bagi kesehatan.
Berdasarkan acuan kesehatan di Inggris, paparan maksimumnya 2 ppm atau
2 mg/l. Sedangkan Amerika Serikat (AS) menetapkan paparan maksimum
untuk jangka panjang 1 ppm dan jangka pendek 2 ppm.
Penelitian laboratorium selama dua tahun oleh Chemical Industry
Institute of Toxicology yang dimulal tahun 1979 menunjukkan, kontak dengan
formaldehid menyebabkan kanker hidung pada tikus. Penelitian ini didukung
oleh 36 perusahaan kimia di AS. Tahun 1987 Environmental Protection
Agency (EPA) AS menggolongkan formaldehid sebagai zat yang mungkin memicu
kanker.
Beberapa penelitian juga membuktikan, pekerja yang terpapar
formaldehid berisiko terserang kanker lebih besar beberapa kali, apalagi jika
berlangsung terus-menerus. AS kemudian secara tegas menyatakan,
formaldehid sebagai pencetus kanker bagi manusia. Uap formaldehid memicu radang
pada mata (perih), hidung, saluran pernapasan atas, batuk, bronkitis,
pneumonia, dan asma.
Kulit yang terpapar formaldehid akan perih dan kemerahan seperti
terbakar. Bila air yang terkontaminasi formaldehid terhirup atau tertelan
akan menyebabkan sakit mendalam, luka bernanah, dan pembusukan pada
selaput lendir tubuh (misalnya pada pipi bagian dalam dan bibir). Gejala
keracunan dapat ditandai dengan muntah-muntah, pusing, dan hilang
kesadaran. Kematian bisa terjadi bila formaldehid terminum sampai kadar 30
mg/l.
Pertanyaannya, dari mana datangnya formaldehid ? Untuk menjawabnya
mari kita tengok ke belakang ketika pada 1907 ahli kimia Belgia, Leo
Hendrik Baekeland, menemukan plastik buatan (sintetis) pertama yang disebut
bakelite. Inilah cikal bakal melamin yang awalnya digunakan sebagai
bahan dasar pesawat telepon generasi pertama.
Kemudian senyawa ini dikembangkan dan diterapkan untuk industri
perlengkapan rumah tangga, termasuk perangkat makan.
Pada 1930 - 1940-an, perusahaan-perusaha an di AS macam Cyanamid,
Ciba, dan Henkel mengembangkan senyawa ini untuk industri tekstil sebagai
bahan pengisi dan perekat. Keunggulannya berupa kejernihan, stabil
terhadap panas, cahaya, bahan kimia, goresan, bahkan api !
Faktor inilah yang membuat melamin formaldehid makin luas digunakan
pada tahun-tahun awal pasca-Perang Dunia 11. Antara lain digunakan pada
industri kayu lapis untuk memperkuat dan mempercantik produk-produknya.
Lokal asli Jadi, memang dari sononya formaldehid sudah nebeng di
melamin. Menurut Bambang Ariwahjoedi, pengajar pada FMIPA ITB, melamin
merupakan persenyawaan (polimerisasi) kimia antara monomer formaldehid dan
monomer fenol. Bila kedua senyawa bergabung, sifat racun formaldehid
akan hilang karena terlebur menjadi satu senyawa, yaitu melamin.
Formaldehid dalam senyawa melamin dapat muncul kembali karena
depolimerisasi. Akibat proses ini, formaldehid terlepas menjadi monomer yang
bersifat racun. Pemicunya bisa berupa paparan panas, sinar ultraviolet,
gesekan, dan tergerusnya permukaan melamin hingga partikel formaldehid
terlepas.
Meski tahan di rentang suhu 120 derajat celcius sampai 30C di bawah
nol, tapi karena menyerap panas, melamin tak tahan dipapar panas terlalu
tinggi. Apalagi terpapar dalam jangka waktu lama. Oleh sebab itu
melamin tak bisa digunakan dalam microwave.
Persoalan lain, dalam persenyawaan yang kurang sempurna dapat terjadi
residu. Sisa formaldehid dan fenol yang tak bersenyawa itu akan
terjebak dalam materi melamin. Formaldehid yang terjebak inilah yang bisa
mengancam kesehatan bila masuk ke tubuh manusia.
Dari uji produk melamin, melamin lokal dan impor dari Cina mempunyai
senyawa berbeda. Melamin lokal terbuat dari melamin asli, sementara yang
impor terbuat dari bahan bukan melamin, salah satunya urea
formaldehid.. Kedua senyawa ini dibentuk oleh reaksi polimerisasi yang
menghasilkan fenol.
Senyawa melamin dan urea berasal dan hasil reaksi formaldehid dengan
senyawa amino yang mengandung kelompok senyawa NH2. Susunan kimianya
sangat berbeda. Melamin punya struktur rantai lingkaran sehingga lebih
stabil. Ikatan kimia urea formaldehid berupa rantai lurus, makanya
pelepasan formaldehid lebih mudah. Urea formaldehid hanya tahan sampai suhu 62
derajat celcius hingga lebih mudah pecah atau berubah bentuk pada
perlakuan suhu ekstrem. Urea yang dipanaskan akan menghasilkan formaldehid
yang kadar pencemarnya tergantung pada seberapa kuat ikatan bahannya
serta tingkat proses yang dijalankan produsen.
Untuk menguji kadar formaldehid pada beberapa produk berbahan melamin,
YLKI melakukan dengan beberapa cara.
Pertama, uji rebus. Produk melamin direbus dalam 2 l air selama 30
menit dalam panci tertutup berlubang kecil untuk menghindari tekanan. Ini
untuk memperbandingkan dengan kebiasaan konsumen menggunakan wadah itu
bagi air mendidih, misalnya menyeduh teh, kopi, atau sebagai wadah
bakso kuah dan sup panas yang biasa disantap selama 15 - 30 menit. Juga
untuk menguji penggunaan berulang dengan air mendidih.
Kedua, uji kadar formaldehid dengan Pharmacopoeia Standard (Baku Mutu
Farmakop). Hasilnya, seperti yang terungkap dalam Warta Konsumen,
September 2004, enam merek melamin impor Cina ternyata berkadar formaldehid
tinggi, 4,76 - 9,22 mg/l. Sementara merek lokal (Onyx, Golden Dragon,
Vanda, Hoover) berkadar kurang dan 0,05 mg/l.
Safe yang tidak aman Dari pengujian pula, YLKI mewanti-wanti untuk
hati-hati dengan melamin impor dari Cina yang mencantumkan label aman.
Misalnya, pada mug bertutup merek W Melamin CH 13 tercantum label heat
safe. Saat diuji di laboratorium, hasilnya ternyata bertolak belakang.

Hal semacam ini bisa menyesatkan konsumen yang mempunyai bayi dan
biasa menyucihamakan wadah makanan bayi dengan cara direbus. Maunya aman,
tapi justru berbahaya. Kandungan formaldehid dari mug yang direbus 30
menit ini sangat tinggi (8,82 mg/l).
Agar tak waswas, kita bisa melakukan uji sederhana untuk memastikan
apakah perangkat makan melamin kita asli atau tak memenuhi food grade.
Pertama, uji bakar sederhana. Bakarlah ujung melamin dengan lilin
selama 20 detik. Jika tercium gas formaldehid yang menyengat, berarti tidak
memenuhi food grade. Pada melamin asli hanya tampak gosong tanpa bau
formaldehid. Kedua, uji rebus selama 30 menit sampai satu jam. Melamin
palsu (dalam hal ini impor dari Cina) akan berubah bentuk, meliuk,
bahkan rapuh dan mencair. Uap rebusannya pun menyebabkan mata perih, batuk,
dan mual.
Walau sekilas sama, secara fisik kita bisa membedakan melamin asli dan
palsu. Melamin asli lebih tebal dan berat dibandingkan dengan melamin
palsu yang lebih terkesan sebagai plastik. Bila sesama melamin asli
dibenturkan, bunyi yang terdengar akan lebih “tebal” dibandingkan
dengan pembenturan antarmelamin palsu. Permukaan melamin asli lebih licin
dan berkilau, sedangkan yang palsu mudah ternoda oleh pangan berwarna
(misalnya, teh atau kopi) hingga warnanya lebih gelap. Walau
lama-kelamaan akan kusam juga, melamin asli lebih stabil ketimbang yang palsu.
Dengan perlakuan dan perawatan benar, perlengkapan makan melamin bisa
layak digunakan 6 - 10 tahun. Ini laporan dari salah satu konsumen,
tutur Dedi Cahyadi, asisten manajer Research and Development Onyx Design
yang mulai berproduksi sejak 1988.
Agar perlengkapan melamin awet, cucilah segera setelah dipakai. Tak
masalah apakah menggunakan pembersih sabun cair atau sabun colek. Yang
penting, jangan digosok kasar. Gunakan spons halus dan hindari penggunaan
sabut kelapa, abu gosok, apalagi bahan penggosok dari logam yang mulai
ditawarkan di pasaran.
Kapan sebaiknya peralatan makanan dari melamin ini diafkir ?
Perhatikan permukaannya. Bila mulai banyak ternoda, berubah warna karena
pengaruh atau minuman makanan macam teh, kopi, makanan asam yang lebih mudah
terserap, juga bila mulai kusam dan tergores-gores, sebaiknya pensiunkan
saja. Selain mempertimbangkan keamanan bagi kesehatan, tentu tak elok
lagi dipandang. Selera makan mungkin ikut berkurang. Bekas peralatan
makan kita ini masih bisa dimanfaatkan sebagai tatakan pot, misalnya.

sumber: depkes.go.id
0 Responses